Sabtu, 22 Maret 2014

BUKAN UNTUK MENJADI CANTIK



Bukan untuk menjadi cantik aku rela mengubur diriku di dalam tubuh yang palsu. Bukan untuk menjadi cantik aku rela menyiksa diriku dalam kenyamanan yang sebenarnya semu. Bukan untuk menjadi cantik aku rela dipuji dalam kemunafikan yang panjang. Aku hanyalah seseorang yang ingin merasakan sesuatu yang berbeda. Lebih indah dan lebih pantas untuk ku nikmati. Mungkin tidak mudah untukku mengubah sesuatu yang sebenarnya tidak aku sukai. Menjadi orang lain di dalam diriku sendiri.
Menjadi salah satu model terbaik  membuat aku sangat sibuk. Mengurus sekolah pun rasanya menjadi sangat bosan. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana aku bisa terlihat sempurna di depan semua orang yang melihat ku nanti.
“Hari ini kamu harus menjalani operasi lagi Dinda”.
Pak Jemi mengagetkanku saat aku masih menikmati tidur  melihat kehidupanku disisi lain dan akan terasa indah ketika aku tidak bangun untuk melihat kehidupanku yang pahit. Aku sudah terbiasa dengan orang-orang itu. Mereka tidak akan bisa menghormatiku selayaknya aku wanita yang ingin dihormati. Masuk ke kamarku tanpa ijin bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan lagi, bahkan melihat tubuhku dengan leluasa pun sudah menjadi hobi mereka, namun aku tak serendah itu..ya tak akan aku merendahkan diri hanya demi orang-orang yang beralasan ingin membahagiakanku.
Aku akan bersikap biasa, tak akan aku menuntut ataupun mengeluarkan luapan emosi ku pada pak Jemi. Aku hanya sedikit terkejut mendengar sebuah kata yang diucapkan lelaki yang berusia separuh abad itu.
“Apa?? Operasi?? Apa yang harus dibenahi lagi ? bukannya lusa lalu mataku baru saja direparasi?”
Aku lebih senang menyebutnya reparasi. Mereka melakukan ini bahkan tanpa batas, seolah-olah mereka tengah bermain dengan boneka Barbie yang terkenal dengan wajahnya yang sempurna itu. Tapi aku tak ingin menjadi boneka Barbie..tak ingin.
“Jangan sering bertanya seperti anak bodoh, hidup di dunia seperti ini jangan pernah kamu samakan dengan hidup di dunia yang tidak memahamimu. Itu berbeda”.
“Aku hanya bertanya sekali mengapa anda membuat aku seolah-olah sudah bertanya ratusan kali. Aku hanya merasa tidak nyaman dengan bahan-bahan yang menempel di wajahku akhir-akhir ini”.
Pak Jemi tak banyak berkomentar, ia hanya melihatku dengan sinis.
“Cepatlah bersiap, jangan sampai membuat yang lain menunggu”.
Pak Jemi pun turun. Dia akan menyiapkan semua yang kubutuhkan hari ini. Sebuah meja operasi bahkan sudah disiapkan untukku.
“Hari ini apa lagi yang akan diubah?”.
Aku bertanya pada dokter yang sedang menyiapkan alat-alat operasinya.
“Hanya hidung. Pak Jemi meminta agar hidungmu dibuat sesempurna mungkin”.
“Apa manusia sempurna itu harga dari segalanya? Apa salah jika ada mereka yang lebih bersyukur dengan keadaan, walau mereka tak sempurna?”.
Dokter terdiam dengan pertanyaan bodohku. Aku masih ingat pesan pak Jemi –Jangan sering bertanya seperti anak bodoh- . Namun aku tetap ingin bertanya.
“Mengapa bertanya begitu? Aku hanya dokter bukan penasehat atau yang lainnya”.
“Tapi kau yang menciptakan kesempurnaan ini, kesempurnaan yang lebih tepat disebut kepalsuan”.
Dokter menyentuh rambutku, seakan dia  merasakan apa yang aku rasakan.
“Kesempurnaan itu tidak akan bisa diciptakan meskipun dengan alat-alat seperti ini, kesempurnaan hanya bisa kita ciptakan dengan hati, hati yang terbalut dengan ketulusan”.
Dokter mulai menitikkan air mata saat hatinya bertatap dengan hatiku.
“Sudahlah kita tak punya banyak waktu, aku harus menjalankan kewajibanku”.
Aku membaringkan tubuhku. Dokter mulai menyuntikkan cairan untuk membuat kulitku mati rasa, namun cairan itu tak akan membuat mati rasa hatiku yang sudah terlanjur sakit.
Aku lega operasi kali ini tak memakan waktu lama. Dokter kembali bertanya padaku, bukan aku sekarang yang menjadi anak bodoh, karena seorang dokter pun lebih banyak bertanya walau sebenarnya aku tak ingin menjawabnya.
“Sekarang apa yang kau cari ?? kesempurnaan kah? Atau ada hal yang lain hingga kau merelakan wajahmu merasakan sakitnya jarum-jarum  ini?”.
“Aku melakukan semua ini hanya demi cinta. Cinta yang jika aku memiliki kesempurnaan maka ia juga akan mencintaiku”.
Dokter itu sekarang mengerti mengapa aku merelakan wajahku, bukan untuk menjadi cantik hanya untuk merasakan cinta dari orang yang aku cintai.
Hari ini aku  akan melihat wajahku lebih sempurna daripada dua tahun yang lalu, orang-orang itu telah berhasil menyulapku menjadi boneka yang sangat cantik. Tubuhku pun bagaikan biola yang melengkung indah. Saaanggattt indaaahh…
Mereka yang melihatku pasti akan mengira bahwa aku adalah bidadari  langit yang dikirim Tuhan ke bumi. Bukan salahku jika banyak yang kagum akan sosok ku. Menyukaiku dan menggilaiku bukan hal yang istimewa lagi.
“Apa kau bahagia sekarang?”.
Lagi-lagi aku harus menahan amarah dengan laki-laki ini.
“Apa anda melihat saya bahagia?”
Aku menjawab pertanyaan pak Jemi, namun aku tidak akan menjawab pertanyaannya dengan –Jawaban anak bodoh-
“Apa yang kurang?? Kau cantik banyak yang memujamu mereka menggilaimu”.
“Mereka tidak mengenalku bahkan anda pun tidak sepenuhnya mengenalku”.
“Dasar anak bodoh. Kau memang benar-benar tak bisa berpikir. Semua orang ingin sepertimu tapi kau yang mendapatkan segalanya  tak bisa bersyukur dengan keadaanmu”.
Bersyukur katanya. Bahkan dia pun tak bisa bersyukur dengan keadaanku, mengapa aku harus bersyukur. Siapa dia berani menceramahiku??
Aib yang selama ini terlihat seperti kesempurnaan, sekarang jelas terlihat sebagai kotoran manusia yang menumpuk. Kotoran manusia yang berlenggak lenggok di atas panggung dengan rasa tanpa dosa.  Aku menjadi seperti ini bukan karena keinginan ku. Layaknya manusia, aku ingin dihargai lebih dalam. Ketika mereka bisa dipuja karena kesempurnaan, mengapa aku tidak ?? .
Mengapa aku hanya bisa menangis, bahkan saat aku terpuruk tak ada yang mengerti. Bukan tak ada , namun hanya tak mau. Aku sempat menyalahkan Tuhan atas ketidak adilan yang diberikan-Nya kepadaku. Menyalahkan orang tua ku, mengapa mereka begitu buruk sehingga aku pun menjadi buruk seperti mereka. Menyalahkan takdir yang sudah tergaris untukku.
BODOH!!
Mengubah seluruh hidupku hanya demi pujian palsu. Menjadi cantik adalah impianku namun menjadi boneka masa bukan keinginanku. Mereka telah merubahku lebih dari yang aku mau. Bahkan lebih dari apa yang sudah Tuhan gariskan kepadaku. Menyesal hanya bayangan semu. Kini hanya hidayah-Mu Tuhan yang aku tunggu. Boneka masa ini hanya ingin tersenyum bahagia. Bukan untuk menjadi cantik namun hanya untuk menjadi manusia. Suatu takdir yang memang telah kau gariskan untukku.  Mendapatkan kasih sayang yang tulus adalah harapanku dan selalu akan kusampaikan di setiap doaku. Melupakan ketulusan cinta membuat hidupku seperti berjalan di atas noda hitam. Terlihat buruk dan tak pantas untuk dipandang. Aku hanya ingin semua orang mencintaiku. Mencintaiku bukan karena siapa aku tapi karena bagaimana diriku. Bagaimana diriku berjuang melawan kemunafikan yang  bersemayam dalam tubuh penuh dosa ini. Aku hanya ingin orang lain mengerti atas dasar sebuah ketulusan bukan rasa iba ataupun rasa penuh kasihan. Aku memang boneka masa sekarang, namun sebagian tubuhku tetap sama, yakni manusia yang ingin tetap dihargai walau dia harus tertutup sebuah kepalsuan dan kemunafikan. Aku tak akan menyalahkan siapapun yang membuat aku begini. Picik!! Jika aku menyalahkan mereka yang menuntutku dan jika aku menyalahkan mereka yang menganggap ku seperti robot. Kini aku sudah terbiasa dengan kehidupanku yang rumit. Dikendalikan oleh orang-orang yang haus akan popularitas. Rasa memang telah berbeda, dulu banyak yang menghinaku, dulu banyak yang menolakku, dulu banyak yang mengacuhkanku, namun sekarang tak akan ada yang kuasa menghina, menolak bahkan mengacuhkanku. Sekali lagi aku tahu, mereka telah menganggapku sebagai bidadari yang telah dikirim Tuhan ke bumi.
Orang-orang hanya akan menyebut hal itu sebagai suatu mitos. Mitos masyarakat desa yang sebenarnya tak perlu untuk orang-orang percaya. Lihatlah aku!! Tak berbeda dengan mitos itu. Seringkali aku menyalahkan mereka yang percaya akan kebaikanku. Heyy aku tidak sebaik yang kalian kira. Aku hanyalah boneka masa. Mereka siap menjualku kapanpun mereka mau. Tak perlu menganggapku suci, tak perlu menganggapku sempurna, lihatlah diriku dengan mata hati kalian maka kalian akan melihat seseorang yang tak punya jiwa dan cinta disana. Itu aku!! Ya itu memang aku!!.
Bukan aku tak ingin memperbaiki diriku, aku selalu berusaha walau memang hatiku yang akan jadi korban. Tak akan ada seseorang yang menghiburku saat semua orang  menghujatku nanti. Aku hanya ingin ada seseorang disampingku yang berkata dengan penuh cinta “ hey tenanglah ada aku disini, aku tak akan meninggalkanmu, aku akan menemanimu selamanya sampai tulangmu dan tulangku menyatu dalam ikatan yang abadi”.
Namun sekali lagi, itu hanya suara angin yang berhembus kencang. Dia akan cepat-cepat meninggalkan saat ada kesepian lain yang lebih nyaman baginya. Kecewa adalah hal yang biasa bagiku, tolongg jangan kasihani aku. Tak perlu  merasa iba, cukup tertawakanku, aku akan tetap bahagia. Aku harus apa?? Menuntut?? Apa hak ku?? . Aku bukan polisi, aku bukan pejabat, aku juga bukan orang penting. Bukan untuk menjadi cantik aku rela menggoreskan hatiku pada kejamnya kehidupan yang selalu menghampiriku. Bukan untuk menjadi cantik, aku rela kehilangan akal sehatku demi cinta yang tak akan datang padaku. Bukan untuk menjadi cantik,,,bukan. Aku ingin mendapatkan cinta itu dengan hati. Hati manusia, bukan hati boneka tempat memandang semua mata. Aku tak ingin mereka melihatku, aku tak ingin engkau kecewa padaku. Cinta tak akan bisa dihargai dengan apapun, hatiku masih dapat merasakan bahwa anugrah Tuhan itu sangat indah. Aku ada disini karena engkau, aku menyakiti diriku sendiri karena engkau, aku bertahan dengan kepalsuan karena engkau. Namun bukan untuk menjadi cantik aku rela merubah semuanya demi engkau. Aku hanya ingin kau mencintaiku lebih dari kau mencitai boneka masa yang tak berguna. Terimalah aku apa adanya dan aku akan belajar ketulusan itu darimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar